... salah satu negara pengimpor mainan anak dari Indonesia, Jepang memiliki pengawasan yang lebih ketat dibandingkan Indonesia...
Jakarta (ANTARA News) - Kualitas mainan anak yang diekspor ke
negara lain kerap melebihi standar yang ditetapkan pada Standar Nasional
Indonesia (SNI), karena negara pengimpor kerap memiliki pengawasan yang
lebih ketat.
"Jadi, meskipun sudah memiliki
SNI, belum tentu mainan anak itu bisa diterima di pasar luar negeri,"
kata Ketua Ketua Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI), Widjanarko,
di Jakarta.
Widjanarko mencontohkan, sebagai
salah satu negara pengimpor mainan anak dari Indonesia, Jepang memiliki
pengawasan yang lebih ketat dibandingkan Indonesia.
Pasalnya,
metal detector yang dimiliki Jepang tidak hanya untuk mendeteksi adanya
elemen metal, seperti jarum, yang tertinggal di dalam sebuah boneka,
namun juga mampu mendeteksi kapas yang terkena bekas sundutan rokok atau
gula-gula.
"Sebetulnya, kalau ada kapas di
dalam boneka yang bekas tersundut rokok atau menggumpal karena permen
itu tidak terlalu berbahaya di sini. Namun di Jepang, itu terdeteksi.
Bukan hanya jarum, alat mereka sangat sensitif terhadap hal-hal semacam
itu," kata Widjanarko.
Menurutnya, pada 2014, nilai ekspor mainan anak secara keseluruhan mencapai 400-500 juta dollar AS.
Adapun
negara tujuan ekspor mainan anak dari Indonesia tersebut meliputi
Amerika, Eropa, Jepang dan TImur Tengah, di mana Jepang termasuk negara
yang relatif baru menjadi tujuan ekspor.
Terkait
penerapan SNI, Widjanarko menyampaikan bahwa sebanyak 60 anggotanya
tidak bermasalah dengan SNI wajib yang diterapkan untuk mainan anak.
Saat
ini, lanjutnya, hampir seluruh anggota asosiasi, yang juga berorientasi
ekspor, telah memiliki sertifikasi SNI untuk mainan yang mereka jual.
"Kami tidak ada masalah. Kami bahkan mendukung, karena SNI wajib mainan anak bisa melindungi pasar dalam negeri," katanya.