LPKNM.com - Surabaya. Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Surabaya menyatakan persetujuan bersyarat jika usaha transportasi berbasis aplikasi online masuk ke Kota Pahlawan. Meski tidak mempersoalkan mekanisme usaha dengan IT, ada beberapa syarat yang diminta menjadi perhatian Pemkot.
Menurut Sonhaji, Ketua DPC Organda Kota Surabaya, keberadaan sistem transportasi berbasis online tidak disoal. Namun, pengunduh maupun personal yang menggunakan aplikasi tersebut untuk menarik penumpang dilarang menggunakan kendaraan roda empat berpelat nomor hitam.
"Harus berbadan hukum. Serta harus berplat nomor warna kuning," tegas Sonhaji.
Sonhaji meminta aturan tersebut harus ditaati jika sarana transportasi online seperti Grab maupun Uber Taksi ingin beroperasi di Surabaya.
Diterangkan Sonhaji, usaha transportasi resmi seharusnya berbadan hukum. Termasuk usaha yang dijalankan secara perorangan. Itu mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.
"Jadi meski perusahaannya menerapkan secara aplikasi, namun penggunanya harus berbadan hukum. Jika tidak, maka tidak bisa beroperasi di Surabaya," terang pria berdarah Sampang, Madura ini.
Lebih lanjut, Sonhaji menerangkan bahwa beberapa pekan lalu, sebanyak 13 pengusaha armada taksi telah melakukan pertemuan. Hasilnya mereka menolak total jika transportasi berbasis aplikasi android beredar.
"Mengingat mereka juga memiliki usaha dengan proses perizinan yang resmi. Bahkan, turut menyumbangkan PAD bagi Surabaya,"terang Sonhaji.
Saat ini, sebanyak 6.500 unit armada taksi berbagai perusahaan beroperasi di Surabaya. Selain itu, dalam setahun pemasukan PAD yang disumbang untuk Kas Kota Surabaya diketahui Rp. 1,63 triliun pertahunnya.
"Jadi kalau transportasi online mau beroperasi. Perorangan wajib hukumnya berbadan hukum,"pungkasnya.
Menurut Sonhaji, Ketua DPC Organda Kota Surabaya, keberadaan sistem transportasi berbasis online tidak disoal. Namun, pengunduh maupun personal yang menggunakan aplikasi tersebut untuk menarik penumpang dilarang menggunakan kendaraan roda empat berpelat nomor hitam.
"Harus berbadan hukum. Serta harus berplat nomor warna kuning," tegas Sonhaji.
Sonhaji meminta aturan tersebut harus ditaati jika sarana transportasi online seperti Grab maupun Uber Taksi ingin beroperasi di Surabaya.
Diterangkan Sonhaji, usaha transportasi resmi seharusnya berbadan hukum. Termasuk usaha yang dijalankan secara perorangan. Itu mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.
"Jadi meski perusahaannya menerapkan secara aplikasi, namun penggunanya harus berbadan hukum. Jika tidak, maka tidak bisa beroperasi di Surabaya," terang pria berdarah Sampang, Madura ini.
Lebih lanjut, Sonhaji menerangkan bahwa beberapa pekan lalu, sebanyak 13 pengusaha armada taksi telah melakukan pertemuan. Hasilnya mereka menolak total jika transportasi berbasis aplikasi android beredar.
"Mengingat mereka juga memiliki usaha dengan proses perizinan yang resmi. Bahkan, turut menyumbangkan PAD bagi Surabaya,"terang Sonhaji.
Saat ini, sebanyak 6.500 unit armada taksi berbagai perusahaan beroperasi di Surabaya. Selain itu, dalam setahun pemasukan PAD yang disumbang untuk Kas Kota Surabaya diketahui Rp. 1,63 triliun pertahunnya.
"Jadi kalau transportasi online mau beroperasi. Perorangan wajib hukumnya berbadan hukum,"pungkasnya.