LPKNM.com - Surabaya. Keluhan warga pesisir adalah limbah kerang yang tak bisa dibuang ke TPA Benowo. Limbah yang perharinya 1 truk pun terpaksa dibuang ke laut.
Kepala Dinas Pertanian Surabaya Djoestamadji mengaku selama ini sudah berupaya menangani limbah kulit kerang di pesisir kawasan Bulak tersebut.
Dinas Pertanian, kata dia, sudah memberikan pelatihan pada warga untuk menjadikan limbah kulit kerang sebagai komuditi yang bisa bermanfaat dan punya nilai ekonomi seperti souvenir.
"Tapi kan permintaan sedikit sehingga masih banyak tersisa," kilahnya.
Selain itu, Djoestamadji mengungkapkan limbah kulit kerang juga digunakan warga untuk menguruk rumah agar tinggi dari badan jalan.
"Kan sebagian digunakan untuk nguruk rumah mereka," jawab singkat Djustamaji.
Ia juga menegaskan jika pembuangan limbah kulit kerang bukan tanggung jawab pihaknya. "Kalau untuk solusi pembuangan kulit kerang bukan kami, tapi DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) dan kemarin lurah serta camat sudah berkoordinasi soal itu," kata dia.
Mantan kepala dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan itu juga mengungkapkan jenis kerang di kawasan pesisir Bulak tidak terlalu banyak dibandingkan kawasan pesisir lainnya.
"Sangat sedikit, kan kerang di surabaya kan sedikit macamnya," tandas Djoestamaji.
Tentunya jika tidak ada yang merasa bertanggungjawab memberikan solusi terhadap limbah kerang yang berjibun itu sangat patut disayangkan.
Apalagi, Wali Kota Tri Rismaharini menaruh perhatian besar terhadap perkembangan kampung nelayan di pesisir Kecamatan Bulak menjadi destinasi wisata baru di Kota Pahlawan.
Secara fisik, kawasan di pesisir di utara Kenjeran ini sudah terus dibenahi. Jalan raya hingga infrastruktur terus diperbaiki. Taman-taman bermain sudah tersedia yang lokasinya tak jauh dari Sentra Ikan Bulak (SIB).
Lurah Kedung Cowek Suradianto mengungkapkan selama ini pihaknya sudah berupaya menggandeng beberapa Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta agar bisa membantu mengatasi limbah kulit kerang.
Limbah kulit kerang ini sebenarnya bisa dilebur menjadi pakan ternak. Namun kendalanya, nelayan tak memiliki alat dan permintaan bubuk kerang untuk bahan baku pakan ternak juga kecil.
Akibatnya, para nelayan memilih membuangnya ke laut dan tersebar di bibir pesisir. Tentunya, hal itu sangat membahayakan lingkungan dan keamanan wisatawan bila berkunjung ke Bulak.
"Saya sudah berulang kali mempertanyakan terobosan dan meminta bantuan dari Dinas Pertanian untuk ikut memikirkan limbah kulit kerang ini tapi sampai saat belum ada aksi," sesal Suradianto.
Padahal, kata Suradianto, pihaknya saat ini sedang berusaha merubah pola pikir warga pesisir untuk peduli lingkungan dengan tidak membuang sampah kulit kerang ke laut.
"Warga sudah membuang sampah ke tempat sampah. Tapi, sama saja kulit kerang tidak bisa dibuang ke TPA. Jujur kami kebingungan, kami menanti solusi dari Dinas Pertanian Kota Surabaya," ungkapnya.
Ia berharap masalah limbah kulit kerang bisa segera diatasi dan ditemukan solusinya. "Jangan sampai kawasan pesisir yang akan menjadi tujuan wisata baru tapi masalah kulit kerang belum bisa ditangani," katanya.
Kepala Dinas Pertanian Surabaya Djoestamadji mengaku selama ini sudah berupaya menangani limbah kulit kerang di pesisir kawasan Bulak tersebut.
Dinas Pertanian, kata dia, sudah memberikan pelatihan pada warga untuk menjadikan limbah kulit kerang sebagai komuditi yang bisa bermanfaat dan punya nilai ekonomi seperti souvenir.
"Tapi kan permintaan sedikit sehingga masih banyak tersisa," kilahnya.
Selain itu, Djoestamadji mengungkapkan limbah kulit kerang juga digunakan warga untuk menguruk rumah agar tinggi dari badan jalan.
"Kan sebagian digunakan untuk nguruk rumah mereka," jawab singkat Djustamaji.
Ia juga menegaskan jika pembuangan limbah kulit kerang bukan tanggung jawab pihaknya. "Kalau untuk solusi pembuangan kulit kerang bukan kami, tapi DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) dan kemarin lurah serta camat sudah berkoordinasi soal itu," kata dia.
Mantan kepala dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan itu juga mengungkapkan jenis kerang di kawasan pesisir Bulak tidak terlalu banyak dibandingkan kawasan pesisir lainnya.
"Sangat sedikit, kan kerang di surabaya kan sedikit macamnya," tandas Djoestamaji.
Tentunya jika tidak ada yang merasa bertanggungjawab memberikan solusi terhadap limbah kerang yang berjibun itu sangat patut disayangkan.
Apalagi, Wali Kota Tri Rismaharini menaruh perhatian besar terhadap perkembangan kampung nelayan di pesisir Kecamatan Bulak menjadi destinasi wisata baru di Kota Pahlawan.
Secara fisik, kawasan di pesisir di utara Kenjeran ini sudah terus dibenahi. Jalan raya hingga infrastruktur terus diperbaiki. Taman-taman bermain sudah tersedia yang lokasinya tak jauh dari Sentra Ikan Bulak (SIB).
Lurah Kedung Cowek Suradianto mengungkapkan selama ini pihaknya sudah berupaya menggandeng beberapa Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta agar bisa membantu mengatasi limbah kulit kerang.
Limbah kulit kerang ini sebenarnya bisa dilebur menjadi pakan ternak. Namun kendalanya, nelayan tak memiliki alat dan permintaan bubuk kerang untuk bahan baku pakan ternak juga kecil.
Akibatnya, para nelayan memilih membuangnya ke laut dan tersebar di bibir pesisir. Tentunya, hal itu sangat membahayakan lingkungan dan keamanan wisatawan bila berkunjung ke Bulak.
"Saya sudah berulang kali mempertanyakan terobosan dan meminta bantuan dari Dinas Pertanian untuk ikut memikirkan limbah kulit kerang ini tapi sampai saat belum ada aksi," sesal Suradianto.
Padahal, kata Suradianto, pihaknya saat ini sedang berusaha merubah pola pikir warga pesisir untuk peduli lingkungan dengan tidak membuang sampah kulit kerang ke laut.
"Warga sudah membuang sampah ke tempat sampah. Tapi, sama saja kulit kerang tidak bisa dibuang ke TPA. Jujur kami kebingungan, kami menanti solusi dari Dinas Pertanian Kota Surabaya," ungkapnya.
Ia berharap masalah limbah kulit kerang bisa segera diatasi dan ditemukan solusinya. "Jangan sampai kawasan pesisir yang akan menjadi tujuan wisata baru tapi masalah kulit kerang belum bisa ditangani," katanya.