Untuk mendatangkan baju-baju tersebut paling tidak menghabiskan biaya Rp 3 juta per ball atau setara dengan 250 baju. |
Direktur Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Pedagangan, Widodo mengatakan, dengan keluarnya Perpres tersebut, perdagangan barang bekas seperti pakaian bekas impor yang tengah marak belakangan ini bisa diredam. "Kami sedang nyusun Perpres itu ada barang bekas impor tidak boleh diperdagangkan. Kami sedang susun. Paling lambat tahun ini selesai," ujarnya di Auditorium RRI, Jakarta, Minggu (15/3/2015).
Dia menjelaskan, transaksi perdagangan barang bekas sebenarnya sudah ada sejak dulu namun biasanya barang tersebut berasal dari dalam negeri. Oleh karena itu, dalam Perpres tersebut masyarakat masih memperbolehkan untuk meperjualbelikan barang bekas dari dalam negeri.
"Kalau pakaian bekas impor itu dilarang. Tetapi kalau bekas dari dalam negeri itu tidak apa-apa. Kami juga mendorong garmen dalam negeri untuk masuk ke pasaran," lanjutnya.
Dalam Perpres ini nantinya juga akan diatur sanksi bagi pelaku usaha yang masih memperdagangkan barang-barang bekas dari negara lain, yaitu sanksi berupa pidana 4 tahun atau denda Rp 5 miliar.
"Aturan itu nanti ada sanksinya berupa pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar kalau masih bandel dagang pakaian bekas," tandasnya
Pemerintah memang sedang getol mengatur arus perdagangan barang bekas impor terutama pakaian bekas impor. Hal tersebut dilakukan karena selain mengandung banyak bakteri yang merugikan bagi kesehatan, menggunakan pakaian bekas impor juga merendahkan martabat bangsa.
"Pakaian bekas impor setelah uji mengandung bakteri sampai 216 ribu koloni per gram. Bahkan sebagian yang dijual pinggir jalan itu seperti celana pendek ada bekas mens wanita," ujar Widodo.
Menurutnya, dengan menggunakan pakaian bekas impor tersebut, masyarakat bisa terkena berbagai macam penyakit. Widodo mengakui bahwa sebagian besar pakaian bekas impor tersebut harganya bersaing. Namun melihat risiko yang ada sebaiknya masyarakat menghindarinya.
"Setelah diteliti lebih mahal harga Rp 10 ribu, biaya berobatnya Rp 300 ribu. Bisa terinfeksi penyakit saluran kelamin. Kalau seperti itu kan lebih murah produk dalam negeri. Jadi saya memohon jaga kesehatan dari produk seperti itu," lanjutnya