LPKNM.com - Surabaya. Ketua DPRD Surabaya Armuji membenarkan telah menerima surat dari Pemkot.
Surat itu mempertanyakan dasar keputusan Panitia Khusus (Pansus) DPRD tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Minuman Beralkohol (mihol).
Menurut Armuji, pembahasan Raperda pengendalian mihol yang penuh kontroversi ini sudah dimulai sejak DPRD periode sebelumnya, namun ditolak oleh gubernur. Kemudian dilanjutkan DPRD saat ini.
“Dulu ditolak oleh gubernur, disuruh revisi lagi sampai sekarang ada kayak gini (pelarangan total). Makanya sampai Pemkot mempertanyakan kayak gini,” katanya.
Armuji juga mengatakan, sejak finalisasi pada Kamis lalu, Pansus belum memasukkan berkas Raperda Mihol ke Badan Musyawarah (Banmus) DPRD untuk dijadwal sidang paripurna.
“Biarkan Pansus yang menjawab nanti. Surat sudah saya kasih ke Pansus. Soalnya saya belum terima berkasnya dari Pansus,” terangnya.
Ketua Pansus Raperda Pengendalian dan Pengawasan Mihol, Eddi Rachmat, mengaku sudah menyampaikan hasil pembahasan mihol ke pimpinan DPRD.
Hasil pembahasan dari semua anggota pansus mengacu pada pelarangan, maka yang direvisi tidak hanya pasal-pasal, tapi juga judul.
“Revisi itu kan bisa judul dan bisa pasal, tapi hasil keputusan mengacu pada pelarangan, maka judul akan direvisi dari pengendalian menjadi pelarangan,” ujarnya.
Menurutnya, tidak sedikit daerah yang memutuskan pelarangan. Seperti Gresik, Tangerang, dan Sukabumi. Di Surabaya keputusan akhir bergantung dari Gubernur Jatim, apakah pelarangan total atau hanya pengendalian.
Dari awal, pansus berpatokan pada Permendag Nomor 6 Tahun 2015 yang dapat melarang dan memperbolehkan mihol beredar di hypermart dan supermarket.
“Bunyinya Permendag itu kan 'dapat'. Jadi, hypermart dan supermarket dapat melarang dan juga tidak, namun daripada hanya di dua tempat itu, kami putuskan larangan total,” tegasnya.
Eddi menegaskan, jika gubernur menolak keputusan Pansus, pihaknya akan mengajukan banding.
Jika banding ditolak, Pansus akan kembali ke Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015.
Surat itu mempertanyakan dasar keputusan Panitia Khusus (Pansus) DPRD tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Minuman Beralkohol (mihol).
Menurut Armuji, pembahasan Raperda pengendalian mihol yang penuh kontroversi ini sudah dimulai sejak DPRD periode sebelumnya, namun ditolak oleh gubernur. Kemudian dilanjutkan DPRD saat ini.
“Dulu ditolak oleh gubernur, disuruh revisi lagi sampai sekarang ada kayak gini (pelarangan total). Makanya sampai Pemkot mempertanyakan kayak gini,” katanya.
Armuji juga mengatakan, sejak finalisasi pada Kamis lalu, Pansus belum memasukkan berkas Raperda Mihol ke Badan Musyawarah (Banmus) DPRD untuk dijadwal sidang paripurna.
“Biarkan Pansus yang menjawab nanti. Surat sudah saya kasih ke Pansus. Soalnya saya belum terima berkasnya dari Pansus,” terangnya.
Ketua Pansus Raperda Pengendalian dan Pengawasan Mihol, Eddi Rachmat, mengaku sudah menyampaikan hasil pembahasan mihol ke pimpinan DPRD.
Hasil pembahasan dari semua anggota pansus mengacu pada pelarangan, maka yang direvisi tidak hanya pasal-pasal, tapi juga judul.
“Revisi itu kan bisa judul dan bisa pasal, tapi hasil keputusan mengacu pada pelarangan, maka judul akan direvisi dari pengendalian menjadi pelarangan,” ujarnya.
Menurutnya, tidak sedikit daerah yang memutuskan pelarangan. Seperti Gresik, Tangerang, dan Sukabumi. Di Surabaya keputusan akhir bergantung dari Gubernur Jatim, apakah pelarangan total atau hanya pengendalian.
Dari awal, pansus berpatokan pada Permendag Nomor 6 Tahun 2015 yang dapat melarang dan memperbolehkan mihol beredar di hypermart dan supermarket.
“Bunyinya Permendag itu kan 'dapat'. Jadi, hypermart dan supermarket dapat melarang dan juga tidak, namun daripada hanya di dua tempat itu, kami putuskan larangan total,” tegasnya.
Eddi menegaskan, jika gubernur menolak keputusan Pansus, pihaknya akan mengajukan banding.
Jika banding ditolak, Pansus akan kembali ke Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015.